II. LELE DIANGGAP SEPELE
Beberapa relawan tengah mengemasi barang bawaan, karena sekitar beberapa menit lagi bus akan segera tiba untuk memulangkan mereka. "Mbak, titip salam buat ibun ya? Semoga jiwa raganya selalu disehatkan. Kalau kondisi sudah kondusif nanti saya akan bertamu," ujar Mbok Parni sembari mendekap Andin dengan erat, "ini ada sedikit ucapan terima kasih untuk Mbak dan juga rekan yang lain. Semoga diterima walaupun nilainya tak seberapa."
Andin hanya mengangguk dan tersenyum. Selepas berbincang dan mengucapkan beberapa patah kata, ia berpamitan lantaran bus yang ditunggu dengan beberapa rekan tim telah datang.
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ°°°
Bus relawan sudah memasuki dirgantara Yogyakarta. Terlihat beberapa insan berlarian, lantaran menyelamatkan dagangan agar tidak dibasahi oleh hujan. Para relawan sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Ada yang sibuk menutup mata, ada yang sibuk bercengkrama, ada yang sibuk mengabadikan suasana.
"Ih bau apa to yo ini? Kok amis banget?" tanya salah satu anggota relawan dengan tiba-tiba di tengah perjalanan, namanya Mbak Jum.
"Itu loh tadi ada relawan tim kita yang dititipin kaya buah tangan gitu, mbuh isine opo,¹" tanggap orang di belakangnya sembari ikut menutup hidung. Mendengar penuturan anggota tim yang akan semakin sontoloyo jika dibiarkan, dengan sekuat tenaga mengumpulkan nyawa karena usai melepas penat, Andin menanggapinya dengan tenang. "Isinya lele Bu, katanya cuma itu yang mereka punya jadi-"
"Oalah yang nerima Mbak Andin? Buang aja lah Mbak, lagian orangnya nggak tahu juga. Siapa tahu hidup lagi soale kan lagi hujan nih hahahah." Gelak tawa dari salah satu anggota relawan membuat satu bus tertawa, kecuali para penghuni kursi depan.
"Makannya ... Haduh haduh, lagian udah tau hidupnya lagi susah, masih aja bertingkah," ujar salah satu penghuni kursi paling belakang dengan lantang.
"Bertingkah seperti apa ya Bu maksud njenengan²?" tanya Andin yang berada di kursi depan dengan tegas dan lantang, membuat paguyuban bergosip di depan terdiam. Ia menengok ke belakang, memastikan para anggota timnya masih bernyawa, "kok diem? Tadi kaya asik banget gosipin orang susah."
"Ya ... Sudah tahu sedang terkena musibah, bukannya buat keluarga malah dikasih ke orang yang bukan kerabatnya," jelas ibu berkacamata yang duduk tepat di belakang Andin.
"Oh jadi kalau memberi itu harus dalam keadaan berkecukupan? Dan orang yang menerima adalah orang-orang yang susah? Serta perwujudan objeknya harus yang bagus?" Rentetan pertanyaan Andin membuat bu Tejo dengan berbagai model itu membisu. 'Dua - kosong,' batin Andin.
"Ealah njenengan semua niki³ Bu. Jangan hanya bangga dengan gelar sarjana, kalau nyatanya akal dan hati saja enggan untuk terbuka. So, be educated with manners, not just educated. Because manners will always be better than grades."
"Din, nggak nyangka lho aku, sama orang-orang ini, terutama Mbak Jum. Tak kira beliau pemikirane terbuka, perkara lele aja bisa bikin fans macem aku kecewa," bisik Sisil di sampingnya, tak mengira bahwa rolemodelnya bersikap tak sesuai perkiraan.
"Ya gimana ya, Mbak Sil. Manusia itu nggak berubah, topengnya aja yang terjatuh."
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ°°°
; Bausastra:
¹ Mbuh isine opo : Nggak tahu isinya apa.
² Njenengan : Kamu (untuk orang yang lebih tua/dihormati).
³ Niki : Ini.
Komentar
Posting Komentar